Senin, 14 November 2011

VISI KELUARGA



“AIR PANASNYA diminum dulu Kak Zul”, Aisyah meletakkan baki berisi secangkir teh dan sepiring kecil pisang goreng. Ia memperhatikan suaminya yang sibuk membenahi kertas-kertas kerjanya. “Gimana Kak naskahnya, jadi terbit pekan ini?”, tanyanya sembari duduk di kursi depan meja kerja.

“InsyaAllah De’, hari ini editing terakhir”, Zulvy meneguk cangkirnya, “Hmhh…ahh…Alhamdulillah, enak juga, kirain cuma bisa bikin program komputer doang.” Kerling matanya menggoda Aisyah. 

“Enak aja, pas kuliah aja ‘Isyah jarang di dapur. Abis, programmer ‘kan tahu sendiri. Udah deh Kak masih pagi ngga usah iseng, ntar lupa loh kerjaan di kantor” Aisyah berdiri membawa baki kosong berbalik ke dapur. Di wajahnya tersungging senyum, bahagia mendapatkan suami yang selalu membuatnya riang. 

Zulvy memandangi jilbab coklat muda yang berkibar menutup diri istrinya. Serasi. Ia teringat masa-masa awal setelah akad mereka. 

“Aku tidak mempunyai apa-apa yang patut dibanggakan. Tapi aku punya tanggung jawab untuk tidak menyia-nyiakanmu. Aku menghitung ini semua sebagai investasi akheratku di hadapan Allah. Ingatlah kita sedang membangun peradaban. Kita mengemban misi dakwah dengan pernikahan ini.” Zulvy menatap dalam mata isterinya. 

“Aku tidak memilihmu karena apa-apa, aku hanya yakin engkau dapat membawaku kepada Allah. Aku berdo’a mampu memberikan semua yang kau butuhkan untuk investasi itu. Aku tidak ingin mengulang kesalahan zaman, melahirkan anak-anak yang kering dengan kasih sayang dan kesibukanku untuk mereka. Jika mereka menjadi pelajar cukuplah, tak perlu sekaligus menjadi preman. Tak perlu ada hobi tawuran dalam dirinya.” Jawab Aisyah, sembari menunduk, mempermainkan cincin perkawinannya. 

“Baiklah, ini visi kita, pelayaran pun baru kita mulai. Akan banyak badai di depan. Bantu aku menghadapinya,” Zulvy tersenyum. Penuh makna. 

“Kak…, Kak Zul... Kak…, Nach ya… senyum-senyum sendiri. Masih pagi Kak, istighfar. Ngelamunin Isyah ya…ngaku aja deh. Tenang aja Kak, Isyah nggak kemana-mana kok. Udah deh Kak, anterin Isyah ngampus yuk, Mo ketemu pembimbing, ntar telat nih” Aisyah menyadarkan Zulvy sembari mengibas-ngibaskan tangannya di depan mata Zulvy. 

“Huhh Ge-eran nih jadi akhwat… Yuk”. Zulvy menggamit lengan istrinya. Mesra. 



Al Izzah